PENGABDIAN MASYARAKAT SEBAGAI WUJUD IMPLEMENTASI TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI OLEH UKM UKIM UNESA 2024

PENDAHULUAN

Unit Kegiatan Ilmiah Mahasiswa (UKIM) merupakan salah satu UKM yang terdapat di Universitas Negeri Surabaya. UKM UKIM mewadahi seluruh mahasiswa Unesa untuk menyalurkan potensi serta membentuk karakter berupa pengimplementasian keempat roh, yaitu roh peneliti, roh penulis, roh aktivis, dan roh wirausaha. Selain bergerak dalam penalaran, UKM UKIM juga membekali mahasiswa Unesa untuk memiliki soft skills seperti kepemimpinan, teamwork, dan berkomunikasi secara efektif. Sebagai pengimplentasian beberapa roh, yaitu roh aktivis dan roh wirausaha, maka diadakannya kegiatan berupa Pengabdian Masyarakat 2024.

Pengabdian Masyarakat 2024 merupakan program kerja tahunan yang diselenggarakan UKM UKIM sebagai bentuk kepedulian UKM UKIM terhadap permasalahan-permasalahan yang terdapat di masyarakat. Pengabdian Masyarakat 2024 dilakukan di Desa Sumbersari, Kecamatan Sambeng, Lamongan. Di desa tersebut telah memiliki usaha desa, namun belum memiliki pengetahuan cukup untuk memasarkan produk usaha desa ke ranah digital. Selain itu, permasalahan sampah masih menjadi suatu hal yang harus diselesaikan di desa tersebut karena pengelolaan sampah di desa tersebut masih kurang optimal. Oleh karena itu, UKIM UNESA melakukan Pengabdian Masyarakat 2024 yang meliputi kegiatan seminar kewirausahaan, diharapkan masyarakat Desa Sumbersari dapat memanfaatkan potensial yang terdapat di sekitar desa seperti pemasaran produk secara online yang akan memberikan benefit lebih besar terkait pemasaran produk. Selain itu, melalui kegiatan seminar pengelolaan sampah yang disampaikan oleh Duta Lingkungan Provinsi Jawa Timur, diharapkan masyarakat Desa Sumbersari dapat sadar akan kebersihan lingkungan dan pemanfaatan produk daur ulang dari limbah rumah tangga. Pada kedua seminar tersebut, diadakan sesi tanya jawab serta diskusi untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan yang terjadi.

PEMBAHASAN

Hari pertama Pengabdian Masyarakat 2024 dibuka dengan mengundang seluruh perangkat desa dan lapisan masyarakat untuk menyaksikan opening ceremony yang ditandai dengan beberapa sambutan dan pemotongan pita serta makan bersama. Dilanjutkan dengan istirahat dan rapat evaluasi untuk kelanjutan agenda besok.

Pada hari kedua diawali dengan sholat subuh berjamaah di masjid terdekat bersama warga sekitar. Dilanjutkan dengan senam seluruh panitia Pengabdian Masyarakat 2024. Setelah senam bersama, berikutnya adalah Sosialisasi Kewirausahaan yang diharapkan warga Desa Sumbersari dapat mengoptimalkan promosi produk melalui digital. Tidak hanya itu, terdapat tips dan diskusi antara pemateri dan peserta dengan tujuan tercapainya pemahaman yang mendalam tentang wirausaha berbasis digital. Selain Sosialisasi Kewirausahaan, sore hari dilanjutkan dengan lomba-lomba 17 Agustus yang berkolaborasi dengan Karang Taruna setempat guna memaksimalkan keberhasilan perlombaan. Sebagai penutup agenda hari kedua, dilakukan rapat evaluasi dan briefing untuk agenda hari berikutnya.

Hari ketiga Pengabdian Masyarakat 2024 dibuka dengan sholat subuh berjamaah, lalu dilanjutkan dengan mengajar dan sosialisasi pengelolaan sampah. Dalam mengajar memuat materi tentang tanaman toga yang diharapkan dapat mencetak peserta didik yang dapat membudidayakan tanaman toga. Sedangkan pada sosialisasi pengelolaan sampah diharapkan dapat meminimalisir pencemaran sampah. Setelah sosialisasi pengelolaan sampah dilanjutkan dengan mengajar di Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ) terdekat di Desa Sumbersari. Proses mengajar dilaksanakan dengan antusias anak-anak untuk belajar agama Islam. Sebagai penutup agenda hari ketiga, dilakukan rapat evaluasi harian dan briefing untuk agenda hari berikutnya. Untuk hari keempat pagi hari melakukan kegiatan yang sama dengan hari sebelumnya, namun di sore hari dilakukan gladi pentas seni dan malam penutupan ditutup dengan pentas seni yang digelar di Lapangan Voli Desa Sumbersari yang dihadiri oleh sekretaris desa dan perangkat desa lainnya serta warga Desa Sumbersari. Dalam pentas seni diis sambutan-sambutan dari ketua pelaksana, ketua umum UKIM UNESA 2024 dan kepala desa yang diwakilkan oleh sekretaris desa. Kemudian dilanjutkan oleh penampilan anak-anak Desa Sumbersari, pembagian hadiah, penyerahan sertifikat kepada pihak desa, sekolah, dan TPQ, serta penyerahan doorprize hasil undian.

Hari terakhir, diawali dengan kegiatan kerja bakti sekitar jalan Desa Sumbersari. Tidak hanya itu, perwakilan panitia UKIM UNESA 2024 juga berpamitan kepada kepala desa dan perangkat desa lainnya.

PENUTUP

Berdasarkan kegiatan Pengabdian Masyarakat 2024 yang telah dilakukan UKIM UNESA 2024, telah tercapai yang dirangkum sebagai berikut:

Dapat memberikan manfaat kepada warga Desa Sumbersari yang ditandai dengan melakukan kegiatan kerja bakti, memberikan fasilitas berupa seminar kewirausahan, sosialisasi pengelolaan sampah, mengajar SD dan TPQ.

Meningkatkan jiwa sosial dan kepedulian Pengurus dan Anggota UKIM UNESA 2024 ditandai dengan terlaksananya kerja bakti bersama warga.

Membantu mengurangi masalah yang ada di Desa Sumbersari ditandai dengan terlaksananya seluruh rangkaian acara yang terdapat di Pengabdian Masyarakat 2024.

Taburan Bunga – Cerita Pendek – Pena Kreatif UKIMERS

Taburan Bunga

Karya: Nymas Meylanie (Anggota UKIM)

“Memang sudah menjadi kebiasaan bagi manusia untuk datang, dan pergi walaupun hanya sebentar atau selamatanya”.

Germelap awan putih dengan paduan langit biru muda, yang menggambarkan suasana hatiku pada hari ini. Hari terpenting untukku yang merupakan seorang mahasiswa bahkan untuk mahasiswa lainnya, apalagi kalau bukan wisuda. Aku sudah berjuang sangat keras untuk mendapatkan gelar sarjana ku dan untuk mendapatkan hati seorang pria yang sangat ku cintai. Cukup panjang untukku ceritakan tentang perjuanganku, tapi saat ini aku sedang menunggunya.

“Zira, apa kau tidak ingin berfoto bersama sahabatmu ini” ucap Bella yang merupakan sahabatku.

“Boleh, tapi aku ingin berfoto dengannya terlebih dahulu” balasku. “Apa Zidane datang kemari?” tanya sara yang baru datang.

“Tentu, dia sudah berjanji untuk datang kesini”. Ucapku yang langsung disambut ejekan oleh mereka untuk menggodaku. Tak lama aku mendapat pesan dari Zidane. Bahwa aku harus nemuinya didepan gerbang kampus. Segera aku berpamitan kepada sahabatku dan berjalan menuju depan gerbang kampus. Tak lama aku melihat seorang pria yang berdiri disebrang sana sambil membawa sebuah buket bunga matahari dan melambaikan tangannya ke arahku, siapa lagi jika bukan Zidane. Aku tersenyum ke arahnya, aku sangat bahagia sampai aku berlari ke arahnya tanpa melihat keadaan jalan raya yang cukup ramai. Tanpa kusadari saat aku berlari ke arahnya, ada sebuah sepeda motor dengan kecepatan kencang menuju ke arahku.

BRAK….

“ZIRA” teriak Zidane yang melihat ku ditabrak oleh kendaraan. Kendaraan itu saat kencang hingga membuat tubuhku melayang cukup jauh dari arahku berdiri, kepala ku sempat terbentuk trotoar bahkan kepala ku mengeluarkan darah. Namun padangan ku masih mencari Zidane.

Disisi lain, Zidane sangat khawatir akan keadaan ku. Dia berlari ke arahku dengan masih menggenggam buketnya, namun dari arah berlawanan ada sebuah sepeda motor yang cukup

kencang akan menabraknya. Tapi dia bisa menghindarinya, namun dibelakangnya ada sebuah mobil yang melaju dengan cepat.

BRAK…..

mobil itu menabrak seorang pria. Sehingga membuatnya melayang dengan sangat jauh, buket yang dibawanya melayang bersama nya, yang membuat seluruh jalan itu penuh dengan taburan bunga. Mataku masih setengah sadar saat melihatnya, dan ada bunga yang jatuh ditelapak tangan ku, lalu aku menggenggam bunga itu, dengan air mataku yang turun, seketika semua menjadi gelap dan suara ambulans pun terdengar samar ditelinga ku. Dan kami berdua dilarikan ke rumah sakit.

Sedari tadi air mataku tak pernah berhenti untuk mengalir dari kedua kelopak mataku. Kedua bola mataku memandangnya, seolah aku bisa melihat wajahnya yang membuat hatiku selalu merasakan ketenangan, senyumnya bagaikan rembulan, matanya yang menenangkan. Namun kali ini berbeda, semua yang selalu kulihat tertutupi oleh sebuah gundukan tanah, bahkan aku hanya bisa melihat namanya yang terukir di atas batu. Aku tersenyum melihatnya yang sudah merasakan ketenangan, namun hatiku sangat merindukannya.

“Bolehkah sekali saja aku melihat senyum itu, wajah itu, bahkan kedua bola matanya yang menenangkan”. Ucapku didepan makamnya dengan Isak tangisku. Aku menatap batu nisan yang terukir sebuah nama ZIDANE RAHARDIKA. Tak kuat menahan tangisku aku memeluk makam itu dengan menangis sejadi jadinya. Dan dalam tangisku Aku teringat kembali kejadian 10 tahun yang lalu. Dimana pria yang tertabrak itu adalah Zidane. Kami berdua bisa selamat, tapi Zidane mengalami benturan yang cukup keras sehingga membuatnya untuk melakukan operasi. Sedangkan aku mengalami koma selama 2 Minggu. Saat aku terbangun hanya Zidane yang kucari, namunaku tidak menemukannya. Dan aku bertemu dengan Rafi yang merupakan dokter yang merawat ku. Aku bertanya kepada semua orang tentang Zidane, tapi mereka semua hanya diam saja. Aku mulai curiga, dan aku bertanya kepada dokter Rafi. Dan apa yang diceritakan membuatku terkejut, bahwa Zidane meninggal dunia karena operasinya gagal, bahkan sebelum operasi Zidane memberikan ginjalnya kepada ku agar aku bisa selamat, karena sudah lama aku hidup dengan satu ginjal. Mengingat nya membuat ku tak kuasa untuk menghentikan tangisku. Hingga seseorang membangunkan dan menenangkan ku dengan memelukku.

“Sayang”. Ucap seseorang yang membangunkan ku dan memelukku “jangan bersedih, Zidane sudah tenang disana” ucap dokter Rafi yang merupakan suamiku, iya aku menikah dengan nya.

“Tapi jika kejadian itu tidak terjadi mungkin dibatu itu bukan nama ZIDANE yang terukir tapi namaku”. Ucapku dengan menangis dipeluknya.

“Tidak, ini sudah menjadi takdir” ucap Rafi yang merupakan suamiku.

“Ayah, ayah. Kenapa bunda menangis, dan kenapa bunda selalu datang kesini” tanya gadis kecil yang berusia 5 tahun.

“Apakah kamu tidak ingin menceritakan kepada putri kecilmu sayang”. Ucap pria itu yang merupakan suamiku. Aku langsung menatap putriku dan memeluknya.

“Zahra sayang, dia adalah seseorang yang sangat bunda cinta i sebelum ayahmu, dia cinta pertama bunda”. Ucapku dengan menatap makamnya. Putriku hanya mengangguk saja, dan aku tidak tahu apa dia mengerti ucapan ku atau tidak, tapi dia berdiri dan memberikan Bunga Matahari disebelah batu nisan Zidane. Lalu kamie bertiga pergi dari pemakaman.

Dia Yang Hilang – Cerita Pendek – Pena Kreatif UKIMERS

Dia Yang Hilang

Karya: Adinda Miranda (Anggota UKIM)

“Lagi dan lagi aku terjebak oleh perasaanku sendiri, perasaan serba salahku terhadap dirinya. Coba saja pada hari itu aku tidak menerima kehadirannya di hidupku, mungkin aku tidak akan sepatah hati ini. Dia lelaki yang memenuhi isi pikiranku selama 6 tahun ini,” renungku. Aku tersentak ketika sebuah tangan melingkar dengan lembut di pinggangku, aku pun menoleh dengan senyuman manisku kepadanya. “Ihh…kamu ini ya kebiasaan banget bikin aku kaget tau,” protesku kepadanya. Dia yang mendengarkan keluhanku hanya menampilkan cengerin khaass nya agar aku luluh. Dia pun menggenggam erat tanganku seakan aku bisa kapan saja pergi meninggalkannya. Kami berdua pun berjalan beriringan, langkah demi langkah menelusuri jalanan sepi, hanya tampak beberapa kendaraan saja yang berlalu lalang.

tess…teess…tess…

Rintik hujan pun mulai berjatuhan membasahi bumi, kini orang orang berhamburan mencari tempat untuk berteduh. Malam yang sepi kini ditemani oleh rintihan hujan. Aku tersenyum merasakan rambutku kini mulai basah, ku genggam erat tangannya karena aku tahu dia membenci hujan. Akhirnya kita memilih berteduh disebuah toko kecil dipenuhi barang barang antik. Tanpa kusadari genggaman tanganku terlepas dari dia, ku telusuri tiap sudut toko ini dan aku terpana oleh satu barang yang menurut sangat indah dan seakan mengingatkan ku akan sosok dia. Aku pun tersadar jika kini tangan ku tlah melepaskan genggamannya segera aku membalikkan badan menghadap dirinya, tampak kulihat dengan jelas tampang datarnya menatap lurus tajam kearahku. Aku berjalan perlahan kearahnya dengan cengiran karena aku tahu dia sangat kesall saat ini. “hehe….sayang maaff ya tadi aku gak sengaja, kamu sihh diem mulu kan jadinya ketinggalan,” bela diriku. Dia semakin menatap tajam kearahku dan dengan santainya mencubit pipiku hingga merah. Aku meringis akibat cubitannya untung saja pipiku ini gembul jadi sakitnya tidak seberapa, lalu akupun memeluk dirinya sangat erat, karena aku tahu dia tidak akan pernah bisa marah kepadaku. Suara gemericik air pun sudah tak terdengar, kami berdua pun melangkahkan kaki meninggalkan toko antik tersebut. Dia yang senantiasa menggenggam erat tangan ku, menemani setiap langkahku.

Lagi dan lagi senyuman terpatri diwajahku, mungkin orang orang yang melihatku saat ini beranggapan aku gila. Aku tertawa sendiri dan yeaahh aku memang gila, gila karena dia membawa separuh jiwa ku pergi ntah kemana. Aku tentu saja mengikutinya kemana pun, akan tetapi malam ini aku merasakan dirinya sedikit aneh. Tidak biasanya ia mengajak ku keluar hanya sekedar jalan jalan saja, karena aku tahu ia lebih menyukai diam dirumah memeluk diriku seharian. “aaahhh….membayangkan itu membuatku ingin kembali kerumah dan mendekapnya untuk diriku,” batinku. Aku pun tersadar dari anganku dan menghentikan langkahku tak lupa menahan tangannya, “sayanggg kamu aneh banget tapi aku suka hehe happy sekali” ucapku sambil bergelayutan manja kepadanya. Kulihat ia tertawa pelan melihat tingkahku yang lucu. Ia mencium pipi serta keningku tak lupa dengan tatapan lembutnya kepadaku. “Jangan pergi….” lirihku. Tatapanku semakin sendu, aku usap pipinya merasakan jemariku yang hangat bersentuhan dengan pipinya. Aku menggelengkan kepala berusaha membuang pikiran buruk yang selalu hinggap dikepalaku. Ia menatapku dengan tatapan penuh akan cinta, tatapan yang lembut, tatapan yang beribu – ribu kali membuatku semakin jatuh dan jatuh semakin dalam akan pesonanya serta senyuman yang tak pernah pudar dari wajahnya. Aku meremat dadaku merasakan nyeri, “kamu jahat….kamu pergi, aku mohon kembali” ucapku didalam hati. Mataku berkaca-kaca kini lambat laun penglihatanku semakin buram, tanganku seakan meraba sekitarku sampai pada akhirnya akupun tersadar dia tak ada lagi dihadapanku. Air mataku jatuh membasahi pipiku, isakan penuh pilu tak dapat ku hindari, aku meraung sungguh betapa sakit hati ini.

Aku merasa badanku bergoyang seakan ada yang mengguncang, samar-samar aku mendengar teriakan seseorang,”kak….kak….kak…..sadar!!!” ucap seseorang. Akupun menoleh kearahnya dengan perasaan tak karuan, aku takut ia akan marah jika aku terus-menerus mengingat sosok itu. Aku menatapnya sekilas, “maafff…..” lirihku. Ia datang memberi sandaran untuk, “tidak apa-apa kak, tapi aku mohon lupakan abang ya. Aku capek lihat kakak seperti ini setiap hari berharap abang akan pulang kepelukan kakak” bisiknya. Aku menggelengkan kepala, “bagaimana bisa aku melupakannya, dia rumahku, dia separuh jiwaku, dia separuh pikiranku, semua tentang dia berada dalam ragaku.” Batinku berkeceramuk. Aku menghela nafas, aku merutuki kebodohan ku ini. Aku masih saja terbayang-bayang tentangnya, ternyata kepergianmu menbuat hidupku semakin berantakan. Aku tertawa mengingat semua ucapanmu sayang, kamu yang berjanji, kamu yang memohon agar aku tetap bersamamu, akan tetapi kamu yang melanggarnya, kamu pergi meninggalkanku hahaha. Aku menatap langit yang kelam, ku pejamkan mata dan aku memohon kepada Tuhan, “Tuhan tolong bawa kembali ia kepadaku dengan rasa sayang dan cinta yang takkan pernah pudar untukku.” Aku pergi dari tempat itu dan berkata, “Aku menunggumu disini.

Perjalanan Pulang Menuju Ingatan – Cerita Pendek – Pena Kreatif UKIMERS

Perjalanan Pulang Menuju Ingatan

Karya: Afifah Rahmawati (Anggota UKIM)

Aku berjalan dengan langkah sedikit gontai, menuju salah satu kamar inap di Rumah Sakit Jiwa Cinta Kasih yang sudah sering aku kunjungi. Langkahku berhenti di depan pintu kamar, tanganku meremat plastik berisi buah yang aku bawa. Wajahku yang awalnya sedikit lelah berangsur kuganti senyum lebar. Tanganku terangkat untuk membuka pintu kamar, mataku langsung tertuju pada pria paruh baya yang tengah diam sambil menatap jendela. Aku kembali berjalan, mendekati ayahku yang masih diam tidak berkutik.

“Selamat siang, Ayah!” Sapaku sambil menaruh buah di atas nakas meja samping tempat tidur.

Ayah melirik dengan wajah penuh tanya, tubuhnya berbalik dan menatapku dalam. “Kamu lagi cari ayahmu, ya?” Tanyanya. Sudah sering aku mendengar pertanyaan ini, namun entah mengapa rasanya hatiku masih mencelos mendengarnya.

“Aah… Iya, nih. Saya lagi cari ayah saya. Udah kangen berat soalnya, pengen cepat-cepat ketemu, hehehe.” Jawabku sambil tersenyum lebar. Ayah ikut tersenyum mendengar perkataanku, hingga jawaban selanjutnya membuatku terdiam.

“Beruntung ya Ayahmu punya anak cantik, manis, dan penyayang kayak kamu. Saya udah lama gak ketemu putri saya, jadi kangen juga.” Ujarnya.

Aku masih terdiam sambil menatap buah apel yang sedang aku kupas, hingga tanganku digenggam Ayah. “Saya boleh minta tolong? Kalau ketemu putri saya, tolong bilangin, Ayahnya kangen, suruh dia jenguk saya di sini. Saya mau minta maaf karena gak bisa jaga ibu dia, saya merasa bersalah sekali.” Ujarnya lagi.

Mataku terasa ingin segera mengeluarkan air mata, tatapanku tertuju pada wajah Ayah yang terlihat memelas. Wajah keriputnya, mata sayunya, dan bibir pucatnya, membuatku semakin ingin menangis detik itu juga. Sudah 3 bulan lamanya Ayah masuk Rumah Sakit Jiwa karena penyakit Demensia Alzheimer yang beliau derita. Selama berada di Rumah Sakit ini pula, Ayah sama sekali tidak mengenalku sebagai putrinya. Dan tidak pernah juga membahas aku, Ayah hanya akan membahas ibu yang sudah 10 tahun lalu meninggal dunia.

Kala itu, duniaku terasa semakin runtuh saat tetanggaku menghubungiku mengenai kondisi ayahku yang nekat minum racun tikus. Aku yang tengah merantau di kota yang jauh dengan segera memesan tiket pulang. Penyesalan terbesarku, rasa sakit hati mengenai kepulangan ibu karena kecelakaan saat naik ojek online. Aku marah kepada Ayah saat mengetahui bahwa Ayah menolak menjemput Ibu saat itu. Hidupku diselimuti kekecewaan kala itu membuatku memutuskan untuk merantau jauh, untuk menghindari Ayah.

Setelah 4 tahun lamanya aku meninggalkan kampung halaman, akhirnya aku kembali dan menemui Ayah yang terlihat berantakan kala itu. Setelah ditangani oleh dokter dan rawat inap

selama 1 Minggu, dokter menyarankan untuk membawa Ayah ke Rumah Sakit Jiwa. Saat itu aku marah, aku merasa bahwa dokter tengah mengejek ayahku, seolah mengatakan bahwa Ayah sudah gila. Hingga sesaat aku terdiam saat dokter mengatakan bahwa ini sudah ketiga kali Ayahku masuk UGD karena memakan dan meminum yang seharusnya tidak dimakan dan diminum. Lantas, aku setuju dan mencoba membawa Ayah ke Rumah Sakit Jiwa.

Duniaku benar-benar hancur saat mengetahui tentang penyakit Ayah, terlebih saat Ayah mulai tidak mengenali siapa aku, selalu menganggapku sebagai orang asing, sesekali mengamuk dan mengataiku karena Ayah menganggap bahwa aku hanya mengaku-ngaku sebagai putrinya. Selebihnya, aku terkadang melihat Ayah berbicara sendiri, seolah-olah tengah berbicara dengan Ibu.

Percakapanku dengan ayah berhenti saat perawat memanggil Ayah untuk melakukan terapi. Perawat tersenyum kepadaku sebelum membawa Ayah pergi ke ruangan terapi. Aku mengikuti dari belakang dan melihat Ayah dari kejauhan. 15 menit berlalu aku melihat proses terapi Ayah guna meningkatkan daya ingat Ayah akhirnya selesai. Beruntungnya, meskipun terkadang mengamuk, Ayah selalu patuh dan menurut saat jadwal terapi dan minum obat. Melihat perilaku Ayah, aku teringat dulu saat Ibuku merawat Ayah yang sedang sakit, aku bisa melihat Ayah selalu berusaha untuk segera sembuh, katanya agar bisa cepat-cepat kerja.

Setelah menyelesaikan terapi, Ayah diantar menuju ruang kumpul bersama para pasien lain.

Aku mengekor di belakang, sampai Ayah berhenti dan menoleh kepadaku

“Sus, tolong bantu dia, katanya lagi cari Ayahnya, kangen katanya. Kasihan dia, siapa tahu Ayahnya juga kangen.” Ujar Ayahku. Aku terdiam mendengar perkataan Ayah, dan melihat perawat yang tersenyum manis kepadaku.

“Loh, bapak kan Ayahnya dia…. Masak putri secantik dia dilupain, sih? Coba diingat-ingat,” Ujar Perawat itu.

Ayah diam, menatapku dari atas sampai bawah yang berakhir membuatku kikuk. Ayah menggeleng pelan dan menatap perawat lagi. “Putri saya lagi marah sama saya, gak mungkin dia datang, maaf saya kan belum tersampaikan. Tolong bantuin dia ya, Sus.” Ucap Ayahku lagi lalu meninggalkan kami berdua.

Aku berdiri kaku sambil meremas rokku, perawat menatapku yang tengah menahan tangis. Dia menghampiriku lalu mengelus punggungku, “Sabar, ya… Pak Suryo sedang masa pemulihan. Trauma dan rasa bersalahnya masih besar, jadi mohon dimaklumi, ya? Terima kasih juga kamu udah mau sabar merawat Ayah kamu. Kamu putri yang baik, terus berjuang, ya? Semoga harapan kamu segera terpenuhi.”

Harapanku kini hanya semoga Ayah cepat sembuh dan kembali mengingatku.

Hari itu aku kembali ke rumah dengan perasaan kacau. Aku melihat suasana rumah yang kini terasa sepi dan dingin, tidak ada lagi suara cerewet dan suara nyanyian Ayah setiap sore di teras

rumah. Sesak yang aku tahan sejak tadi, kini keluar begitu saja, tangisku terdengar kencang dan menggema di dalam rumah. Aku sendirian, tidak pernah terbayang bahwa hidupku akan kesepian seperti ini. Tidak pernah terbayang bahwa aku akan berjuang sendirian, merawat Ayahku yang bahkan sekarang tidak mengenali siapa aku.

ditengah suara tangisku yang kencang, suara ponselku berdering, tertera nomor kontak dari Rumah Sakit Ayahku. Segera aku mengangkat telepon tersebut, suarapanik terdengar dari sana dan detak jantungku kembali berpacu dua kali lipat saat mendengar bahwa Ayah minum super pel dan sekarang berada di UGD. Dengan segera aku melajukan motor, menuju UGD tempat ayahku ditangani. Sesampainya di sana, dapat aku lihat Ayah tengah terbaring diatas bangsal dengan selang oksigen yang tertempel di hidungnya. Aku menangis sambil menggenggam tangan Ayah, rasa takutku kembali terulang, badanku terasa lemas melihat Ayah yang terbujur lemas di atas bangsal. Mulutku berkali-kali mengucapkan kata maaf dan permohonan supaya Ayah bisa selamat.

Tangan Ayah terangkat membalas genggamanku, aku menatap wajahnya yang terlihat pucat itu. Wajahku yang penuh air mata, membuat Ayah ikut menangis. Tangannya kembali terangkat, menghapus jejak air mataku. Tangisku semakin kencang, berkali-kali aku mencium tangan Ayah, mengucapkan terima kasih karena sudah sadar.

“Maafin Ayah, ya….” Ucapnya dengan nada lemah. Aku menggelengkan kepala dengan kuat

“Enggak… Ayu yang minta maaf, maaf Ayu udah ninggalin Ayah, Maaf Ayu biarin ayah sendirian, Maafin ayu udah bikin ayah sakit, maafin Ayu, ya?” Kataku dengan nafas tersenggal.

Ayah kembali menghapus air mataku, terlihat Ayah juga ikut menangis, air matanya mengalir deras hingga membasahi bantal.

“Jangan tinggalin Ayah lagi, ya? Ayah bingung kalau sendirian… Ayah mau berjuang buat lawan sakitnya Ayah, tapi Ayu tolong temenin Ayah, ya?” Ujar Ayah lagi. Aku mengangguk, lalu memeluk Ayah erat.

Setelah hari itu, seperti biasa aku menjenguk Ayah dan membelikan buah kesukaan Ayah, menemani Ayah terapi dan belajar bersama. Hingga Kondisi Ayah mulai membaik dan mulai bisa mengenali aku dan teman-teman pasien yang lain. Ayah juga kembali belajar membaca dan menulis, juga hal-hal yang lain untuk melatih daya ingatnya. Beberapa kali aku merasa kewalahan dengan sikap Ayah yang terkadang berontak, namun untungnya aku bisa mengatasi, aku cukup melakukan apa yang Ibu dan Ayah lakukan saat aku berontak waktu kecil dulu.

Sampai hari itu tiba, Ayah sudah boleh pulang dan melakukan pengobatan rawat jalan saja, sesekali perlu kontrol mengenai kondisi Ayah. Sore itu, Ayah kembali duduk di teras rumah dan kembali bernyanyi seperti dulu. Hatiku merasa hangat mendengar suara merdu Ayah, aku berjalan menuju teras dengan camilan dan juga teh hangat. Sore itu sangat indah, ditemani

langit senja dan juga suara nyanyian Ayah, andai Ibu disini juga, mungkin sore hari terasa lebih hangat lagi.

“Ayu, Ayah mau bilang, makasih ya Ayu udah maafin Ayah dan sabar ngerawat Ayah. Makasih Ayu udah mau berjuang untuk kesembuhan Ayah, dan terima kasih juga doa-doa dari Ayu yang bikin Ayah bisa sembuh. “ Tutur Ayah sore itu. Air mataku seolah ingin keluar, namun aku tahan sebisa mungkin dan balas tersenyum.

“Ayu juga makasih, karena Ayah sudah jadi Ayah Ayu. “ Jawabku sambil menatap wajah Ayah yang masih sedikit pucat. Sore itu berlanjut dengan cerita-cerita Ayah, dan candaan bapak- bapak yang sukses membuatku tertawa kencang. Aku harap, hari hari selanjutnya tetap begini, selalu bahagia, bersama Ayah.

Labyrinth of Hearts – Cerita Pendek – Pena Kreatif UKIMERS

Labyrinth of Hearts

Karya: Ferdi Fadlillah (Pengurus UKIM)

Willy adalah mahasiswa yang tampan dan cerdas di sebuah kampus ternama di Surabaya. Dia memiliki segalanya kecerdasan, penampilan, dan kepribadian yang menawan. Namun, di balik senyumnya yang manis, terdapat rahasia yang selama ini ia sembunyikan.

Laura adalah kekasih Willy, seorang gadis yang ceria dan penuh semangat. Mereka berdua telah menjalin hubungan selama dua tahun dan di mata banyak orang, mereka adalah pasangan yang sempurna. Namun, kebahagiaan mereka ternyata hanya permukaan belaka.

Di balik hubungannya dengan Laura, Willy menyimpan perasaan yang lebih dalam untuk seorang gadis lain, seorang teman dekatnya yang bernama Sarah. Sarah adalah gadis pendiam dan pemalu yang sering menghabiskan waktu bersama Willy, membantu dia dalam pelajaran dan memberikan dukungan moral.

Konflik cinta segitiga pun mulai memanas ketika Laura mulai curiga dengan kedekatan antara Willy dan Sarah. Meskipun Willy berusaha menyangkal, rasa cemburu Laura semakin membesar setiap harinya. Sementara itu, Willy semakin terjebak dalam perasaannya terhadap Sarah, yang ternyata juga memiliki perasaan yang sama terhadapnya.

Suatu hari, ketegangan mencapai puncaknya saat Laura menemukan sebuah pesan dari Sarah di ponsel Willy. Laura merasa dikhianati dan marah besar. Willy berusaha menjelaskan bahwa perasaannya terhadap Sarah hanya sebagai teman, tetapi Laura tidak lagi percaya padanya.

Sementara itu, Sarah juga merasa bersalah karena merusak hubungan antara Willy dan Laura. Dia memutuskan untuk menghindar dari Willy demi kebaikan mereka berdua. Namun, Willy menyadari bahwa perasaannya terhadap Sarah tidak bisa diabaikan begitu saja.

Dalam keputusasaan dan kebingungannya, Willy akhirnya mengungkapkan segalanya kepada Laura. Dia meminta maaf atas semua kesalahpahaman dan berjanji untuk mengubah dirinya. Laura, meskipun terluka, masih mencintai Willy dan akhirnya memberinya kesempatan kedua.

Namun, ketika semuanya tampak mulai membaik, Willy mengetahui bahwa Laura sebenarnya memiliki rahasia sendiri. Laura mengungkapkan bahwa dia memiliki penyakit yang serius dan tak lama lagi akan menjalani perawatan intensif di luar negeri.

Willy merasa hancur dan bersalah karena tidak mengetahui tentang kondisi Laura sebelumnya. Namun, dia bersumpah untuk tetap bersamanya dan mendukungnya sepenuhnya dalam menghadapi segala rintangan yang ada.

Kisah cinta segitiga mereka pun menjadi lebih rumit dan penuh tantangan, tetapi Willy, Laura, dan Sarah akhirnya menyadari bahwa cinta sejati adalah tentang pengorbanan, dukungan, dan kejujuran. Meskipun banyak hal tersembunyi di balik tirai, mereka bersatu dalam cinta yang tulus dan menguatkan satu sama lain dalam setiap likue kehidupan.

 

Mimpi Buruk di Rumah Peninggalan – Cerita Pendek – Pena Kreatif UKIMERS

Mimpi Buruk di Rumah Peninggalan

Karya: Ferdi Fadlillah (Pengurus UKIM)

Di sebuah desa kecil yang terpencil, terdapat sebuah rumah tua yang ditinggalkan oleh pemiliknya. Rumah itu dikelilingi oleh pepohonan tua yang merimbun, menambah kesan angker pada bangunan yang sudah lama tak terawat itu. Legenda mengatakan bahwa rumah itu terkutuk oleh roh-roh jahat yang pernah tinggal di dalamnya.

Tak seorang pun berani mendekati rumah itu, kecuali seorang gadis muda bernama Maya. Maya adalah seorang peneliti paranormal yang selalu mencari tempat-tempat angker untuk diselidiki. Dia percaya bahwa ada penjelasan ilmiah di balik setiap kejadian supranatural.

Suatu hari, Maya memutuskan untuk menyelidiki rumah tua itu. Dengan peralatan lengkapnya, dia memasuki rumah tersebut dengan hati-hati. Ruangan-ruangan gelap dan berdebu membuatnya merinding, tetapi dia tidak menyerah.

Saat menjelajahi rumah, Maya merasa ada sesuatu yang tidak beres. Suara-suara aneh dan bayangan-bayangan misterius mulai menghantuinya. Namun, sebagai seorang peneliti yang rasional, Maya berusaha mengabaikan ketakutannya.

Ketika malam tiba, Maya memutuskan untuk tidur di salah satu ruangan kosong. Namun, tidurnya terganggu oleh mimpi buruk yang sangat nyata. Dia bermimpi tentang seorang anak kecil yang menangis di sudut ruangan, sambil berbisik kata-kata tak terdengar.

Maya terbangun dengan keringat dingin, hanya untuk menemukan bahwa bayangan anak kecil itu masih ada di ruangan tersebut. Kali ini, anak itu tidak lagi menangis, tetapi tersenyum dengan gigi-gigi yang tajam. Dia berkata dengan suara serak, “Kau tidak akan pernah keluar dari sini.”

Maya berusaha berdiri dan berlari keluar, tetapi pintu-pintu rumah itu seperti terkunci dengan sendirinya. Dia menyadari bahwa dia terjebak di dalam mimpi buruk yang sebenarnya.

Namun, Maya tidak menyerah begitu saja. Dia mulai memeriksa setiap sudut rumah, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di tempat itu. Di salah satu ruangan bawah tanah, dia menemukan bukti bahwa rumah itu dulunya merupakan tempat persembunyian seorang psikopat yang melakukan pembunuhan berantai.

Saat dia menelusuri lebih dalam, dia menemukan mayat-mayat terkubur di bawah lantai, bersama dengan catatan-catatan yang menjelaskan ritual-ritual yang dilakukan oleh si psikopat. Ternyata, roh-roh jahat yang menghantui rumah itu adalah hasil dari eksperimen-eksperimen keji yang dilakukan di masa lalu.

Maya berhasil menemukan cara untuk mengusir roh-roh jahat itu dari rumah itu, dan akhirnya berhasil melarikan diri. Namun, pengalaman yang mengerikan itu meninggalkan bekas yang dalam pada dirinya. Dia menyadari bahwa terkadang kebenaran bisa jauh lebih menakutkan daripada mimpi buruk di mana pun.

 

Leak – Cerita Pendek – Pena Kreatif UKIMERS

Leak

Karya: Hanunah Ayesya (Anggota UKIM)

Mentari mulai menampakkan rupanya, suara ayam berkokok menjadi tanda datangnya hari yang baru. Para warga Desa Panglipuran mulai bangun dari tidur, beberapa bahkan sudah ada yang pergi menuju sawah atau mendorong gerobak jualannya. Belum lama kemudian, bisik gosip Ibu-ibu sekitar sudah terdengar jelas ketika mereka membeli bahan makanan di gerobak jualan favorit, bapak penjual yang mendengarnya hanya bisa geleng geleng kepala sambil berusaha melayani sebisa mungkin.

“Itu ceritanya terbalik dengan keluarga Mbok Astika… mereka baru punya bayi setelah papat tahun wiwaha” Ungkit Ibu yang sedang memilih kue untuk anaknya

“Iya tah? Mungkin terkena kutukan, masa baru dapet bayi setelah empat tahun” Ibu lainnya membalas

“Loh tidak bohong saya,”

“Takut sama Leak mungkin ya bu,” tambah Ibu lainnya yang sudah selesai membeli

“Hiyyy, saya juga takut kalau begitu mah, si Mbok Priya kemarin kelihatan satu di sawah bu,” Ibu pertama membalas

“Wah bener? Hiyyy…takut eh Mbok, sekarang juga masih pagi”

“Katanya lidahnya panjang sampai ke dadanya, terus kukunya tajam sekali, matanya juga mbok… merah semerah darah” Jelas Ibu tersebut dengan ketakutan.

Aku lewat sambil menundukkan kepala, berharap mereka tidak menyadari bahwa objek gosip mereka sedang berjalan dibelakang mereka sedari tadi. Aku harus segera pulang, Aji dan suamiku selalu cemas kalau aku yang sedang hamil ini berjalan jalan sendirian. Ku elus perutku dengan penuh kasih, akhirnya setelah empat tahun menikah, Dewa menganugrahi pernikahan kami dengan sebuah janin yang sekarang telah berumur 5 bulan.

“Gek pulang…” ucapku sambil memasuki komplek rumah

“Matur suksma dewa…gimana gek? Tidak apa apa kan? Gek pusing? Butuh minum? Butuh duduk?” Suamiku, I Made Anuraga, langsung memapahku kedalam

“Gek tidak apa apa Bli… hanya butuh minum. Ayo bantu Biang masak”

Suamiku mengangguk dengan senyum sambil terus memastikan aku baik baik saja.

Sejak di awal kehamilan, rumah kami menjadi penuh dengan berbagai macam penolak ilmu hitam: daun kelor digantung di tiap kenop pintu, bawang dan garam terjejer dibawah tempat tidurku, pisang kembar di tiap ruangan, dan Biang selalu mengingatkanku untuk mandi bunga seminggu sekali.

Setelah selesai memasak, aku memanggil Aji untuk sarapan bersama, lalu kami melanjutkan aktivitas masing masing sampai matahari terbenam. Setelah semua pekerjaanku selesai, aku memutuskan untuk pergi ke kamar dan tidur lebih cepat tanpa Bli, dia bilang akan pulang terlambat karena ada urusan tambahan dengan warga desa sebelah. Ibu dan ayah tampaknya juga sedang bersiap siap untuk tidur. Aku mencoba berkeliling kamar sekali lagi untuk memastikan semua penolak bala sudah benar sesuai petunjuknya.

“Aduh…daun kelornya layu…,” kataku sambil memegang kenop pintu, “Biasanya Bli akan keluar dan mengganti daun kelor ini, tapi dia belum pulang…,”

Daun kelor ini digantung di kenop pintu agar orang di dalam ruangan itu tidak diganggu makhluk halus atau ilmu hitam, daun kelor yang digantung harus berjumlah ganjil, tetapi yang ada di tanganku sekarang berjumlah 4 batang. Tidak mau ambil resiko, aku keluar dari kamar dan berjalan menuju gerbang belakang yang mengarah ke kebun sayur, matahari belum lama tenggelam sehingga masih ada sedikit cahaya untuk menemaniku, obor disekitar juga menyala dengan terang.

“Gek ambil tiga sekalian mungkin ya,” kataku sambil mencabut tiga batang kelor

“Awoooooooo” lolongan anjing tiba tiba terdengar, aku menelan ludah

Setelah mendapat yang kubutuhkan, aku cepat cepat berdiri dan mulai berjalan. Namun sebelum aku bisa mencapai gerbang belakang, perutku mulai merasakan sakit.

Aku bersandar pada pohon kelapa, berusaha menenangkan janin didalam. Mataku menangkap sesuatu, enam langkah didepanku, bayangan tanpa kaki, melayang diatas tanah, kukunya panjang menjuntai, ditemani dengan rambut putih dan mata merah. Aku tertegun, menelan ludah dan mempererat peganganku pada perut. Leak, pemuja ilmu hitam yang mengincar janin ataupun bayi baru lahir untuk dimakan agar kekuatan mereka bertambah, Leak itu menatapku sambil tertawa

“Terima kasih sudah keluar dari segala perlindungan rumahmu,” suaranya terdengar cempreng dan mengejek

Aku memutar otak, Biang pernah berkata kalau Leak bisa diserang menggunakan benda tajam, meskipun hanya akan berefek sementara. Dengan bercucuran keringat dingin aku meraih pisau yang tergeletak di tanah, tadi pagi Biang menggunakannya untuk memotong sayuran.

Leak itu mendekat dengan cepat, satu kedipan mata dan aku sudah bisa merasakan nafasnya. Dengan cepat aku menusuk organnya yang menjuntai menggunakan pisau, Leak itu berteriak keras, lalu menghilang dengan cepat. Aku mengehela nafas dan berniat kembali ke rumah, tapi disekelilingku malah pepohonan tinggi yang terlihat. Panik, aku berlari sambil berteriak meminta tolong, Leak itu akan kembali, cepat atau lambat.

“Kamu dan bayimu aman untuk sekarang Astika” ada suara lagi, namun kali ini terdengar seperti suara kakek tua

“Siapa itu?Tunjukkan dirimu!” Aku berteriak sambil mengacungkan pisau

Sesosok manusia melompat turun dari pepohonan, aku mengenali wajahnya, “Mpu Baradah?!”

“Ya, ini aku Gek Astika, akan ku antar kamu pulang” Beliau tersenyum tipis dan mulai berjalan

“Matur Suksma Mpu,” Aku berjalan disampingnya, “Bagaimana Mpu bisa tau Gek butuh pertolongan?”

“Lolongan anjing itu, berarti ada Leak yang berkeliaran” Mpu menjawab dengan singkat

Aku merasa bodoh untuk sesaat, harusnya aku tau lolongan anjing berarti ada makhluk halus yang berkeliaran, dan sekarang aku malah merepotkan Mpu.

“Bli, Aji, dan Biang pasti sangat khawatir-“

Belum sempat aku selesai berbicara, Mpu Baradah menahan langkahku. Lalu beliau berkata perlahan, “Astika, ambil keris ini,” kata Mpu sambil mengeluarkan keris dari jubahnya,

“Ucapkan mantra perlindungan, pergi ke setra, cari tubuh asli Leak, lalu tusuk keris ini ke dalam lehernya”

Setelah itu Mpu langsung melompat ke atas pohon, sepertinya akan terjadi pertempuran hebat antara Mpu Baradah dan Leak. Melihat hal itu, aku ikut berlari ke arah setra yang jaraknya cukup jauh.

Leak tidak senang, dia marah. Harusnya malam ini dia bisa menyantap sebuah janin dengan mudah, tapi Mpu datang entah darimana. Leak menyerang Mpu Baradah berulang kali, berusaha mencakarnya dengan kuku setajam silet, Mpu Baradah mengelak, dan balas menyerang dengan kekuatannya. Pertarungan ini hanya pengalih perhatian, Mpu Baradah hanya perlu bertarung sampai Astika berhasil menusuk tubuh asli si Leak.

Aku hampir sampai di setra, tubuhku yang buncit tidak memungkinkan berlari terlalu lama sehingga beberapa kali aku harus berhenti dan mengambil nafas, kuharap Mpu Baradah baik baik saja. Tidak lupa pula sepanjang perjalanan aku berkomat kamit mantra perlindungan, agar dilindungi dari ilmu hitam yang lain, dan, agar keris ini menjadi suci ketika dipakai untuk membunuh Leak.

Gerbang setra sudah terlihat, tapi kemudian teriakan Leak menghentikan langkahku. Aku tertegun, kini Leak ada diantara aku dan setra, memegang tangan kiri Mpu Baradah. Ketakutan, aku berjalan mundur kebelakang sambil mengacungkan keris, Leak mendekatiku dan melempar keris itu jauh jauh. Aku bisa saja lari jika perutku tidak tiba tiba serasa dililit, sekarang Leak sudah memeluk tubuhku dan mengangkatku keatas. Aku mencoba berteriak tapi suaraku tidak keluar, Leak mengunci pergerakanku, lalu sedikit demi sedikit aku kehilangan kesadaran.

“Hihi….hihihihi…hihihihihi, terimalah persembahan ini…dewiku”

Aku terbangun, Bli terduduk menangis di sebelahku, sementara Aji dan Biang memegang tanganku yang lain. Sepertinya setelah kejadian malam kemarin, seorang warga menemukanku dan membawaku pulang, sementara Mpu Baradah ditemukan dengan 100 luka cakar dan tangan kiri yang menghilang, sekarang beliau sedang dirawat di rumah tabib desa.

Hari itu rumah benar benar sunyi senyap, bahkan suara hewan atau hembusan angin tidak dapat terdengar. Berita menyebar dengan cepat dan aku yakin keluarga kami sudah menjadi bahan pembicaraan Ibu-Ibu. Bli duduk di teras belakang bersamaku, memegang erat tanganku tanpa henti sambil mengusapnya perlahan, Bli menangis, kedua orang tuaku menangis, sedang aku hanya termenung, pikiranku kosong, hanya berisi memori kejadian semalam yang terus menerus terulang, semakin jelas ingatanku, semakin aku merasa tidak berdaya.

“Gek masuk dulu Bli,” kataku lirih

Aku berjalan ke ruang tengah, tempat Biang biasanya membuat sesajen. Aku hendak membuat sesajen jenis banten upakara, sesajen yang dibutuhkan dalam kegiatan ngereh. Setelah selesai, aku pergi menuju kuburan desa, sepanjang perjalanan banyak mata dan mulut yang berfokus padaku, baik itu ucapan kasihan atau ketakutan.

Bli ikut bersamaku dan kami pun tiba di pohon keramat di tengah tengah pemakaman, kami mulai menyiapkan ritual. Ritual yang akan diikuti dengan pantangan, puasa, dan persembahan. Ritual Pengleakan, aku akan menjadi Leak, Leak Putih yang bisa menjaga janin lain dari Leak teramat jahat itu. Setidaknya dengan begitu, aku bisa membayar penyesalan kepada roh anakku yang sudah dipersembahkan.

 

Lika Liku Perjalanan Perkuliahan – Cerita Pendek – Pena Kreatif UKIMERS

Lika Liku Perjalanan Perkuliahan

Karya: Dian Novita (Anggota UKIM)

Sebuah desa di Jawa Timur, hiduplah seorang remaja bernama Novi. Novi tumbuh di tengah keluarga sederhana. Ayahnya seorang buruh dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Novi adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Novi memiliki mimpi besar untuk menjadi seorang guru yang dapat mengajar generasi muda menjadi lebih baik dan perjalanan perkuliahan adalah jembatan menuju impian tersebut. Walaupun keluarga Novi tergolong keluarga sederhana, ia tetap bertekad untuk meraih cita-citanya meski harus berjuang keras.

Novi belajar dengan giat. Ia juga aktif mengikuti kegiatan, seperti Olimpiade Matematika, Cerdas Cermat dan mengikuti ekstrakulikuler PMR. Karena kerja kerasnya, Novi berhasil lulus SMA dengan nilai yang memuaskan. Novi mendaftarkan diri di Universitas Negeri Surabaya. Ia diterima di jurusan pendidikan. Ia sangat bahagia namun, perjuangan Novi belum berakhir. Ia harus berpisah dengan teman-teman semasa SMA yang banyak kenangan sudah dilakukan bersama, mereka semua juga sudah mempunyai tujuan masing-masing. Tidak hanya itu ia pun harus beradaptasi dengan lingkungan barunya di Surabaya, selain itu Novi juga harus berpisah dengan keluarganya dan tinggal dengan neneknya.

Hari itu tiba, saat Novi harus meninggalkan rumahnya menuju kota besar di mana kampus impian berada. Dalam hati, ia bercampur aduk antara kegembiraan dan kecemasan. Bersama ransel yang dipenuhi harapan, Novi bersiap untuk memulai lika-liku menuju perjalanan perkuliahan. Ia tinggal di Surabaya di rumah yang hanya ada kakek dan neneknya. Di rumah nenek sangat sepi yang biasanya di rumah selalu ada teriakan dan celotehan adiknya sekarang ia hanya sendiri dengan kakek dan neneknya. Novi pun di rumah nenek menjadi lebih mandiri, ia sekarang mulai belajar memasak sendiri dengan bantuan dari nenek, membersihkan rumah neneknya seperti ia biasanya selalu membersihkan dan menata rapi rumahnya.

Hari masuk perkuliahan pun tiba, ia berangkat ke kampus menggunakan sepeda motor dan awalnya masih diiringi dengan tantenya karena belum hafal jalan. Saat tiba di kampus, Novi disambut dengan deretan bangunan indah dan suasana yang penuh semangat. Namun, seperti halnya perjalanan baru, lika-liku pun tak terhindarkan. Pertama-tama, ia harus beradaptasi dengan lingkungan baru, bertemu teman-teman seangkatan, dan belajar memahami dinamika kehidupan kampus. Awal mulai masuk kampus ia harus melewati kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB).

Seminggu sudah berjalan kegiatan belajar mengajar pun sudah aktif, Novi duduk di bangku kuliah dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, Ia merasa senang karena akhirnya bisa meraih cita-cita untuk menjadi seorang sarjana. Namun, di sisi lain, ia juga merasa takut dan khawatir. Novi takut tidak bisa mengikuti pelajaran dan takut tidak bisa lulus. Hari-hari pertama kuliah terasa sangat berat. Novi merasa kesulitan untuk mengikuti pelajaran dan juga merasa kesepian karena tidak memiliki teman. Namun, ia tidak menyerah. Novi harus selalu belajar dan berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya.

Hari berikutnya Novi pun tetap berangkat untuk kuliah, di Sebuah ruang kuliah itu dipenuhi oleh cahaya langit pagi yang masuk melalui jendela tinggi. Bangku-bangku kayu yang diatur membentuk barisan teratur, menantikan kisah-kisah yang akan diukir di sana. Bangku paling depan, ada Putri, seorang gadis penuh antusiasme dengan buku catatan yang penuh warna. Putra pun duduk bersebelahan yang menatap kagum sering tertuju pada Putri. Di tengah-tengah, terdapat trio hebat, Dhira, Fira, dan Dian. Mereka seringkali terdengar tawa mereka memecah keheningan kelas. Mereka membentuk ikatan yang kokoh di bangku kuliah itu, menjadi penyemangat satu sama lain. Di pojok belakang, ada Alvin, seorang mahasiswa pemalu yang selalu memendam mimpi besar dan ada Rifda, mahasiswi yang selalu berbicara tentang keberanian dan petualangan. Dan masih banyak lagi teman-teman yang lainnya.

Novi dan teman-temannya pun saling berkenalan. Kegiatan perkuliahan pun telah selesai mereka semua saling mengobrol dan membicarakan untuk kumpul dahulu sebelum pulang ke rumah atau kos masing-masing.

“Teman-teman gimana kalau kita sebelum pulang ayo kumpul dulu, membahas apa gitu tentang pembahasan mata kuliah ini saja juga boleh?” kata Rifda.
“Ayo… boleh juga itu aku bosan di kos terus” kata Fira. Dibalas juga oleh Dhira dan Dian “Iyaa ayo teman-teman ikut semua apalagi nanti sudah tidak ada mata kuliah lagi”
“Aku juga mau ikut ya” kata Novi. “Iya tentu saja, aku mengajak semuanya” balasan Nadia. “Laki-laki gimana kalian pada ikut tidak?” kata Andhika. “Iya ikut ikut” jawab Alvin dan beberapa teman yang laki-laki.
“Oke kalau gitu ayo kita berangkat” kata Nadia. “Maaf teman-teman aku tidak ikut” Balas Aisyah. “Kenapa Aisyah?” jawab Nadia dan dibalas oleh Andhika “Kenapa tidak ikut Aisyah, kita kumpul ini juga membahas perkuliahan” “Maaf aku masih ada keperluan, pulang duluan ya teman-teman” kata Aisyah. “Iya hati-hati di jalan” kata teman-teman yang lain.

Mereka semua selalu bersama walaupun sekelas pasti ada keinginan untuk selalu menjadi nomor satu dan paling terbaik. Namun, mereka tetap bersaing sebagai layaknya saudara. Mereka saling membantu satu sama lain. Ikut aktif dalam organisasi maupun kegiatan perkuliahan. Semua saling berbagi pembalajaran dan pengalaman. Satu per satu, cerita mereka pun terjalin. Ada tawa dan tangis, kegembiraan dan kegagalan, semua cerita terjalin di bangku kuliah itu. Ada hari-hari di mana kelas terasa begitu sulit, tapi ada juga hari-hari di mana mereka menemukan inspirasi tak terduga. Di setiap sudut ruang, catatan dan buku catatan menjadi saksi bisu perkembangan mereka.

Seiring berjalannya waktu, ia mulai bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Novi juga mulai memiliki teman-teman baru. Ia merasa sangat bahagia karena bisa kuliah. Novi merasa bahwa kuliah adalah pengalaman yang sangat berharga. Suatu hari, Novi mengikuti sebuah lomba karya tulis ilmiah. Karena selama perkuliahan dia juga aktif di kegiatan penulisan ilmiah. Alhasil Novi tidak menyangka bahwa karya tulisnya bisa lolos seleksi dan terpilih menjadi salah satu finalis. Novi sangat senang dan bangga. Ia merasa bahwa karya tulisnya telah diakui oleh banyak orang. Lomba karya tulis ilmiah itu menjadi salah satu momen paling berkesan baginya selama kuliah. Momen itu mengajarkannya bahwa dia bisa melakukan sesuatu yang besar, walaupun dia berasal dari keluarga sederhana. Namun tidak berhenti disitu Novi pun tetap bertekad untuk terus belajar dan berkarya. Novi ingin membahagiakan dan membanggakan kedua orang tuanya serta menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan negara.

Kisah ini menggambarkan perjalanan seorang mahasiswa dari keluarga sederhana yang berjuang keras untuk meraih cita-citanya. Kisah ini mengajarkan kita bahwa kita harus kuat dan pantang menyerah dalam menghadapi tantangan. Kita juga harus percaya diri bahwa kita bisa melakukan sesuatu yang besar, bahkan jika kita berasal dari keluarga sederhana

Musim Liburan Penuh Makna – Cerita Pendek – Pena Kreatif UKIMERS

Musim Liburan Penuh Makna
Karya: Afifah Rahmawati (Anggota UKIM)

Pagi hari di sebuah rumah sederhana terasa berbeda hari ini. Alarm berbunyi lembut di atas meja samping tempat tidur, memecah keheningan pagi yang tenang. Suara detik jam yang berdetak lembut menggantikan mimpi-mimpi malam yang perlahan-lahan memudar. Cahaya matahari mulai menembus tirai jendela, menyebar di kamar dengan sinar lembut yang memancarkan kehangatan.

Dina perlahan membuka mata, terdengar suara burung berkicau dari luar jendela dan aroma kopi yang mulai tercium dari dapur menjadi pengingat bahwa pagi telah tiba. Dengan gerakan perlahan, Dina menggeser selimutnya dan mengangkat tubuhnya. Ia merentangkan tangan dan kakinya dengan penuh rasa syukur, seakan-akan mengisi kembali energi yang hilang selama malam.

Hari ini adalah hari yang paling dia tunggu-tunggu, setelah sekian lama dia bergulat dengan perkuliahan, akhirnya liburan semester telah tiba. Dia dan keempat sahabatnya sudah merencanakan untuk mengisi liburan tahun ini. Setelah banyak berunding dengan para sahabatnya, mereka berlima pada akhirnya setuju untuk mendaki gunung untuk mengisi liburan tahun ini.

Dina dengan segera menyiapkan diri, membersihkan tubuh dan juga sarapan, tidak lupa juga untuk mengcek barang-barang yang sudah dia siapkan semalam. Dengan perasaan gembira dan semangat, Dina segera berpamitan kepada kedua orang tuanya, juga meminta do’a supaya diberikan kemudahan dan juga keselamatan. Mereka berlima sepakat untuk bertemu di rumah Rio yang kebetulan dekat dengan Stasiun.

Sesampainya di rumah Rio, sudah ada ketiga sahabatnya yang lain. Dengan segera mereka langsung menuju ke stasiun dan menunggu kedatangan kereta yang akan membawa mereka menuju Malang.

“Gak sabar banget!! Udah lama aku pengen Gunung Semeru gara-gara nonton film 5 CM” Ujar Rani kepadanteman-temannya.

“Si Rani setiap rewatch 5 cm langsung pengen ndaki gunung mulu.” Saut Dina sambil tertawa. Rani membalas dengan kekehan karena memang benar begitu.

Tidak lama kemudian, kereta datang, dengan langkah semangat mereka masuk ke dalam kereta. Di dalam kereta, mereka berlima bercanda bersama,sesekali Rio akan menanyakan kondisi perkuliahan sahabat-sahabatnya dan berakhir mendapatkan omelan dari Doni.

“Duh, sekarang waktunya senang-senang! Dilarang dengan keras mebahas perkuliahan!” Jawab Doni dengan kesal. Keempat sahabatnya tertawa terbahak-bahak melihat wajah Doni yang tertekuk masam.

3 jam berlalu dan mereka akhirnya sampai di Malang. Sesuai permintaan Rani mereka berangkat menuju wisata gunung Semeru menggunakan mobil Pick Up.

Mereka setuju untuk memulai pendakaian besok pagi. Malam hari itu mereka bercanda lagi, membahas tentang kisah-kisah saat mereka masih belum sibuk dengan perkuliahan. Hari mulai gelap, Rio selaku yang paling tua memerintahkan sahabat-sahabatnya untuk segera tidur, karena perjalanan besok akan panjang.

Langit pagi cerah dan segar menyambut lima sahabat – Dina, Rani, Doni, Rio, dan Raka – saat mereka memulai perjalanan mendaki Gunung Semeru, gunung tertinggi di Pulau Jawa. Suara gemericik air sungai dan kicauan burung menyertai langkah-langkah mereka yang penuh semangat. Jalur pendakian yang akan mereka lalui menantang, tapi itu tidak menyurutkan tekad mereka.

“Petualangan dimulai!!!” Teriak Raka menirukan dialog di film 5 cm.

“Semangat, teman-teman! Kita pati bisa!!” Seru Doni saat mereka memulai pendakian.

Mereka berjalan dalam kelompok, dengan Doni memimpin sebagai navigator dan Dina, Rani, Rio, serta Raka mengikuti di belakang. Perjalanan dimulai dengan trek yang relatif mudah, namun suasana hati mereka tetap penuh energi, diselingi tawa dan obrolan yang hangat.

“Aku dengar, Semeru itu salah satu gunung yang paling menantang di Indonesia. Tapi, kalau kita bisa sampai puncak, pasti rasanya luar biasa banget.” Ujar Dina sambil melewati jalur yang berbatu.

“Iya, Aku udah pernah baca banyak tentang gunung ini. Pemandangannya pasti epik banget.” Jawab Doni sambil membenarkan tas ransel yang mulai terasa berat dibahunya.

“Semoga kita bisa menikmati setiap momennya. Ini pertama kalinya aku mendaki gunung setinggi ini.” Tutur Rani dan diangguki oleh Dina

“Kalau tidak salah, kita sudah mendekati Pos 1. Setelah itu, jalurnya akan mulai menanjak lebih curam.” Doni mulai memeriksa peta yang dia bawa.

Bagus deh, berarti kita bisa mampir istirahat sebentar. Ranselku dah kerasa berat banget,” Keluh Doni sambil menunjuk tas ranselnya.

Tidak lama mereka akhirnya tiba di Pos 1, mereka berhenti sejenak untuk beristirahat. Mereka duduk di batu besar, mengeluarkan botol minum, dan menikmati camilan yang dibawa Rio.

Di Pos 1, mereka menikmati pemandangan hijau hutan yang rimbun dan udara segar yang membangkitkan semangat. Setelah istirahat singkat, mereka melanjutkan perjalanan dengan energi yang baru. Jalur pendakian mulai menanjak lebih curam, dan cuaca berubah menjadi lebih dingin.

Langkah-langkah mereka lebih teratur, saling memberi dorongan saat salah satu dari mereka merasa lelah. Setiap langkah membawa mereka lebih dekat ke tujuan, dan ikatan di antara mereka semakin erat. meskipun tantangan pendakian membuat mereka berkeringat dan kelelahan. Mereka menikmati setiap langkah, sesekali berhenti sejenak untuk beristirahat sambil menikmati

pemandangan yang menakjubkan. Rani dengan cekatan menangkap setiap momen dengan kameranya, mengabadikan pemandangan spektakuler dan ekspresi bahagia mereka. Dia juga mengambil foto-foto dari berbagai sudut, menciptakan galeri yang akan menjadi kenangan berharga bagi mereka.

Setelah beberapa jam pendakian, mereka tiba di puncak gunung. Pemandangan dari atas sungguh memukau—lautan awan yang lembut menyelimuti lembah di bawah mereka, dan matahari terbenam memberikan warna emas yang menakjubkan di cakrawala.

“Ini luar biasa,” kata Dina dengan penuh kekaguman. “Semua usaha kita terbayar lunas dengan pemandangan ini.”

Mereka duduk di puncak, menikmati bekal yang mereka bawa sambil melihat matahari tenggelam, merasakan kedamaian dan kepuasan yang mendalam.

Setelah pendakian, mereka melanjutkan perjalanan ke beberapa warung kuliner. Menyantap makanan khas malang seperti bakwan, dan juga jajanan lainya. Tidak lupa mereka juga membeli oleh-oleh untuk keluarganya di rumah.

Sebelum liburan berakhir, mereka mengadakan pesta kecil di rumah Rio untuk merayakan perjalanan mereka. Mereka berkumpul, menonton video dokumentasi, melihat foto -foto, dan berbagi cerita tentang momen-momen paling berkesan dari perjalanan mereka.

“Aku senang banget, semuanya berjalan sesuai rencana kita. Liburan tahun ini kerasa banget bahagianya, apalagi bareng sama kalian juga,” kata Rani. “Ini benar-benar pengalaman yang luar biasa.”

Dina menambahkan, “Liburan kali ini juga kita nggak cuman mendapatkan petualangan dan belajar banyak, tapi juga mempererat persahabatan kita. Ini adalah liburan terbaik yang pernah aku alami.”

Liburan kali ini menjadi salah satu pengalaman terbaik dalam hidup mereka. Dengan mengisi waktu liburan mereka dengan petualangan, pendakian, dan eksplorasi, mereka tidak hanya memperoleh pengalaman yang menyenangkan tetapi juga membangun kenangan berharga bersama.

Kebahagiaan mereka berasal dari merasakan keindahan alam, belajar hal-hal baru, dan mempererat persahabatan. Mereka menyadari bahwa liburan tidak hanya tentang bersenang-senang, tetapi juga tentang menjelajahi hal-hal baru dan menciptakan kenangan yang akan selalu mereka hargai. Dan dengan setiap langkah, tawa, dan foto, mereka mengisi liburan mereka dengan makna yang mendalam.

Bintang Malam – Cerita Pendek – Pena Kreatif UKIMERS

Bintang Malam
karya : Alifia Ulya Handari (Anggota UKIM)

Di desa kecil di kaki gunung yang dikelilingi oleh sawah-sawah hijau, hiduplah seorang pemuda tangguh, dengan tubuh yang tidak besar dan kulit sawo matang. Setiap kali setelah pulang dari pekerjaannya di ladang, pemuda yang dipanggil warga desa dengan sebutan Rama, gemar sekali memandang langit malam di tengah hamparan padi yang sunyi.

Suatu malam, setelah mengumpulkan sebagian padi di ladang, Rama duduk sendirian di tepi sawah. Langit malam terbentang luas di atasnya, dipenuhi dengan taburan bintang-bintang yang bersinar dengan indahnya. Suara angin sepoi-sepoi mengayun tanaman padi yang menguning, menciptakan suasana yang tenang dan damai. Rama duduk dengan kaki terjuntai di air yang mengalir perlahan di tepi sawah. Dia memandangi langit malam yang gelap membiarkan pikirannya melesat menuju langit.

Gemerlap bintang menembus cahaya malam yang gelap dan sunyi. Sambil terus memandangi langit yang berbintang, Rama mulai hanyut dalam suasana damai dan menenangkan itu. Dia melepas seluruh keluh kesahnya kepada alam dan langit malam, sambil tetap menghargai keindahan alam dan ketenangan yang diberikannya.

Ketika Rama sedang memandangi langit, tiba-tiba sebuah bintang jatuh dari langit dan mendarat tidak jauh dari tempatnya berada. Rama, yang penuh dengan rasa ingin tahu, segera berlari menuju tempat dimana bintang itu terjatuh. Ternyata, bintang itu tidak berbentuk batu atau benda besar seperti yang ia bayangkan, melainkan seorang wanita muda yang cantik dengan rambut berwarna perak dan mata yang berkilau seperti permata. Wanita itu terbaring lemah di lapangan hijau, tersungkur setelah jatuh dari langit.

Rama mendekat dan mengulurkan tangannya. Wanita itu tersenyum lemah, dan dengan suara lembut ia meraih tangan Rama sembari mengucapkan terima kasih. Rama dan wanita itu berjalan ke tengah sawah, mendekati saung dengan atap daun jerami dan pondasi dari kayu. Rama menuangkan segelas air dari teko dan memberikannya pada wanita itu.

“Kamu berasal dari mana?” Rama memulai pembicaraan.“Aku Aquila, senang bertemu denganmu. Aku tinggal di atas sana.” Wanita itu menunjukkan
jarinya ke langit malam.“Aku tinggal di sepanjang galaksi bima sakti. Sepertinya aku tersesat saat melintasi alam
semesta.” Sambung Aquila menatap wajah Rama.

Rama terkejut dan bingung, tetapi ia mulai tertarik dan terpesona oleh kehadiran wanita tersebut. Mereka pun mulai berbincang, saling bertukar cerita tentang kehidupan mereka masing-masing. Tanpa sadar, gelapnya malam mulai terlihat sedikit menakutkan.

“Mengapa disini sangat gelap? Hanya ada cahaya bulan yang bersinar,” tanya Aquila dengan alis mengerut.
“Desa ini sudah lama tidak ada penerangan. Kami hanya mengandalkan cahaya matahari, bulan, dan bintang sebagai penerang sehari-hari,” ucap Rama sembari memandang hamparan sawah yang sebentar lagi akan dipanen.

Rama merasa terpikat oleh kebaikan hati dan keanggunan wanita itu. Dia merasa bahwa ada ikatan yang kuat antara mereka, sesuatu yang lebih dari sekadar pertemuan kebetulan di tengah sawah yang sunyi.

“Hmm, maukah kamu menginap di rumahku? Kebetulan aku sedang memasak hidangan lezat
di dapur.” Rama bangun dari duduknya dan mengulurkan tangan kepada wanita itu.

Suasana gelap malam yang sunyi disambut berbagai suara burung dan serangga. Gubuk berbahan dasar anyaman rotan dan atap jerami berdiri kokoh tepat di tepi sawah tidak jauh dari saung yang berada di tengah sawah. Rama menyiapkan piring dan gelas di atas mejamakan kayu yang sudah rapuh dimakan rayap. Aquila duduk menatap Rama yang sedang menuangkan kuah sup di wadah cekung. Malam itu bagaikan malam yang hangat sambil
menyantap sup kaldu ayam.
****
Matahari baru saja muncul dari balik cakrawala, cahaya kuning keemasan menyinari hamparan sawah yang hijau. Udara segar pagi menyapa wajah dengan lembut, memberikan aroma tanah basah yang menenangkan setelah malam yang sejuk.Langit pagi yang masih dipenuhi warna-warna lembut senja memberikan latar belakang yang indah bagi awal hari yang baru. Di kejauhan, gunung-gunung yang menjulang tampak terhampar di antara awan-awan tipis, menambah keindahan panorama alam yang memukau.

Di sawah-sawah yang luas, petani-petani mulai aktif. Mereka bergerak dengan lincah, membawa peralatan mereka sambil bernyanyi kecil, menyambut pagi dengan semangat yang tinggi. Beberapa burung berkicau riang di atas pohon-pohon, menyambut datangnya pagi dengan lagu-lagu mereka yang merdu.

Rama membawa cangkul di atas pundaknya dengan kaos putih panjang dan celana hitam setinggi lutut yang dipakainya. Rama memulai membajak tanah untuk menghasilkan tanah yang subur dan gembur. Aquila memandang Rama dari kejauhan di bawah pohon rindang, menutupi rambutnya dengan kain coklat agar tidak terlihat aneh dengan rambut peraknya. Sesekali Rama melihat Aquila memberikan senyuman manis kepadanya.

Matahari semakin condong ke arah barat. Cahaya oranye kemerahan melukiskan goresan indah di langit. Burung-burung terbang rendah menuju sarangnya. Petani-petani di sawah menghentikan aktivitasnya dan kembali ke rumah masing-masing. Seluruh desa menjadi sangat gelap, cahaya matahari tidak terlihat lagi. Rama duduk di pinggir sungai memandang jauh di antara hamparan padi. Rama menyentuh segarnya air yang melewati sela-sela jari kakinya. Tiba-tiba pundaknya terasa ada tangan yang sedang menyentuhnya.

“Rama, hari mulai malam. Masihkah kamu memandang langit gelap itu? Sebaiknya pulang saja.” Aquila menyentuh pundak Rama.
“Iya, kau benar. Jika sudah malam, sebaiknya kita kembali kerumah. Namun ini caraku meluapkan keluh kesahku dengan menatap gemerlap bintang di langit. Namun malam tanpa bintang hanyalah sia-sia. Lihatlah, hanya ada cahaya bulan yang disana.” Rama menunjuk jari telunjuknya ke arah langit.
“B..bagaimana bisa? Kemana bintang-bintang itu menghilang?” Aquila menengadahkan wajahnya ke atas.
“Aku juga tidak tahu, mungkin saja tertutup awan gelap dilangit.” Rama menundukkan wajahnya seolah menyembunyikan kesedihannya.

Tanpa pikir panjang, Aquila berlari meninggalkan Rama dan menerobos hutan, menuju puncak gunung Sentawang. Sesampainya disana, Aquila mengangkat tangannya, mencoba meraih langit-langit dari jauh, namun tidak bisa. Rama dengan lamunannya yang berlarut-larut menenangkan diri dengan membasuh wajahnya dengan air mengalir. Tersadar, Aquila telah menghilang dari sisinya. Mungkin saja dia sudah tidur di rumah, pikirnya.

Rama kembali menuju gubuk tapi tidak menjumpai Aquila di sana. Rama berteriak mencari-cari Aquila kesana kemari. Dari puncak gunung terlihat cahaya terang benderang memancar membelah gelapnya malam. Rama dengan wajah terkejut segera berlari menuju puncak. Melewati hutan, melawan arus sungai, dan tibalah di kawah gunung Sentawang. Di dalam kawah yang dalam itu, mendidih air merah menyala dengan panas yang tidak terbayangkan. Rama berkeliling kawah, mencari cahaya yang terang tadi. dan muncullah wanita yang dikenalnya.

“Apa yang sedang kau lakukan disini?” ucap Rama.
“Aku… aku hanya ingin kembali, menjadi cahayamu dilangit. Aku sudah berusaha, tapi semuanya sia-sia.” Aquila mengepalkan kedua tangannya dan meneteskan air dari mata indahnya.
“Selama ini aku bagaikan malam yang gelap, sampai pada akhirnya menemukan seseorang yang menerangi kegelapanku. Tapi sekarang seseorang itu akan pergi, dan aku kembali menjadi malam yang sunyi. Apakah kau akan benar-benar pergi, Aquila?” Rama memegang erat tangan putih Aquila.

“Rama.. kamu bagaikan malam yang gelap tempatku menerangi hidup. Dimana ada kegelapan disitu aku ada. Aku tidak tega melihatmu memandang langit yang gelap tanpa adanya cahaya bintang. Kamu bisa melihatku kapan saja di antara bintang-bintang yang bersinar.” Aquila mengusapkan air mata, menutupi kesedihannya.

“Kau benar, tempatmu bukan disini. Kau harus segera kembali. Cahayamu bukan milikku, tapi milik seluruh kehidupan di alam semesta ini. Kembalilah, aku akan membantumu ke atas sana.” Rama menggendong Aquila di atas kedua tangannya. Dengan penuh keyakinan, Rama melemparkan tubuh Aquila ke atas dengan kuat, sampai menyentuh langit dan hilang dengan sekejap. Aquila terbang melesat menembus langit, melihat Rama dari ketinggian angkasa. Semakin jauh dan semakin tidak terlihat.

Di malam berikutnya, seperti biasa, Rama duduk sendirian di tepi sawah. Aliran air sungai membasahi kakinya. Angin perlahan menghembuskan daun-daun tanaman. Suara serangga membisikkan lembut ke dalam telinga. Langit malam terbentang luas di atas, dipenuhi dengan taburan bintang-bintang yang bersinar dengan indahnya. Rama menatap jauh cahaya yang paling terang tergantung di langit malam. Rama tersenyum melihat cahaya bintang itu. Tidak salah lagi, itu adalah cahaya bintang Aquila.