Di Indonesia saat ini, kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat. Kekerasan seksual itu sendiri merupakan segala kegiatan yang terdiri dari aktivitas seksual yang dilakukan secara paksa oleh orang dewasa pada anak atau oleh anak kepada anak lainnya. Dilansir dari Republika, tercatat pada tahun 2019, terdapat 11.057 kasus kekerasan dengan jumlah korban 12.285 anak. Kemudian pada 2020, total kasusnya meningkat menjadi 11.278 dengan jumlah korban yang juga meningkat menjadi 12.425. Sementara pada 2021, hingga Juli 2021 terdapat 7.089 kasus dengan 7.784 korban. Disini dapat kita ketahui bahwa ada penyebab terjadinya kasus-kasus tersebut malah kian marak terjadi di masyarakat.
Mengingat dari tahun ke tahun jumlah kasus kekerasan terhadap anak semakin meningkat, tentu kinerja dari lembaga terkait seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) patut dipertanyakan disini. Karena mengapa, ada permasalahan krusial yang perlu menjadi perhatian yaitu apakah penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan anak sudah optimal atau tidak. Sebab, sebuah hukum yang baik maka terdapat luaran yang baik pula.
Sebelum kita telusuri lebih jauh, terlebih dahulu kita lihat Peraturan Pemerintah (PP) NO. 70 Tahun 2020, PP ini mengatur mengenai ketentuan Tindakan Kebiri Kimia, tindakan pemasangan dan pelepasan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi, pengumuman identitas pelaku, pendanaan, dan pengawasannya. Akan tetapi hukuman kebiri kimia disini akan dieksekusi terhadap terpidana yang sebelumnya telah melanggar hal yang serupa. Pengecualian ini telah melewati proses konstitusi yang panjang dan banyak pemikir yang terlibat di dalamnya. Pelaku kekerasan jika melakukan kekerasan untuk pertama kalinya tidak akan dikenai hukuman tersebut. Lantas apakah hal tersebut sudah dirasa optimal jika ditegakkan di masyarakat kita saat ini. Tentu saja tidak, pemerintah perlu solusi yang lebih efektif serta penegakan hukum yang tegas agar masalah ini dapat terselesaikan. Karena sungguh miris sekali melihat di kanal-kanal yang memberitakan kasus kekerasan terhadap anak terlihat seperti sinetron. yang keberadaannya sudah dianggap biasa.
Hal ini sepintas dianggap sepele oleh masyarakat, dan mereka cenderung meremehkan kasus kekerasan terhadap anak, apalagi jika sudah sampai ke pelecehan. Padahal di agama manapun, tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan. Jika memang harus memukul untuk mendidik maka ada tahapan sebelumnya. Tentu mindset masyarakat kita saat ini perlu dibenahi sekiranya kasus kekerasan disini dapat ditekan. Dan pada akhirnya meskipun pemerintah memiliki peran untuk mengentaskan kasus ini, masyarakat juga harus mendukung dan turut berpartisipasi di dalamnya.