Hybrid Learning Belum Menjadi Titik Terang di Tengah Polemik Pandemi COVID – 19
Oleh : Alvian, dkk.
Banyak sekali stigma bermunculan di tengah-tengah pandemi COVID-19, salah satunya berada pada aspek Pendidikan terlebih pada negara kita. Pendidikan di Indonesia saat ini sedang mengalami perubuahan secara drastis yang mulanya dari pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh. Hal ini dilaksanakan bertujuan untuk meminimalisir angka penyebaran virus COVID-19.
Tapi siapa sangka, ternyata pembelajaran jarak jauh bisa dibilang tidak semuanya berjalan secara mulus. Banyak sekali kejanggalan yang dialami oleh beberapa pihak seperti, pelajar, guru, hingga wali murid, misal kejenuhan didalam proses pembelajaran, terbatasnya alat gadget dan kuouta hingga jaringan internet.
Maka dari itu, munculah sistem pembelajaran hybrid yang diharap menjadi solusi dari kejanggalan-kejanggalan yang berada pada pembelajaran jarak jauh. Namun, saya rasa masih belum benar-benar menjadi solusi. Sebelum membahas terlalu jauh sampai tersesat alangkah baiknya jika kita mengetahui artian pembelajaran hybrid.
Apa itu pembelajaran hybrid? Pembelajaran hybrid merupakan bentuk kombinasi antara pembelajaran tatap muka (luring) dengan pembelajaran jarak jauh (daring) dengan dibaginya kehadiran 50% dari pembelajaran luring dan 50% pembelajaran daring.
Lantas, mengapa pembelajaran hybrid menuut saya belum benar-benar menjadi solusi dari permasalahan pendidikan di era pandemi ? Yaa ndak tau kok tanya saya, bercanda, xixi… Ya tidak mungkin juga kan kalau saya hanya sekedar mengecap bahwa sistem hybrid bukan solusi. Kembali ke topik, ada beberapa faktor yang saya percaya dapat menjadi alasan mengapa saya ber-statement demikian. faktor-faktor tersebut yakni ;
- Risiko Penularan Virus Covid-19
Dari penjelasan yang sudah saya jabarkan tadi dapat diketahui bahwa pembelajaran hybrid akan dilaksanakan dengan kehadiran peserta didik secara luring sebanyak 50% dari total keseluruhan penduduk kelas, dari situ dapat diketahui pula bahwa resiko penularan COVID-19 sangat bisa terjadi. Karena bagaimanapun peraturan yang dibuat seperti tidak diperkenankan melakukan kontak fisik kepada siapapun pasti juga akan kebobolan dan yang sangat ditakutkan jika ada peserta didik yang tidak diketahui ternyata ia berstatus positif COVID-19 dan secara tidak sengaja menyebarkan virus COVID-19 di lingkungan kegiatan pembelajaran. Karena itu lah pembelajaran hybrid saya rasa masih kurang efektif.
- Kesiapan Intansi
Sangat terlihat jelas bahwa pembelajaran hybrid merupakan satu sistem baru bahkan masih belum di implementasikan dikegiatan pembelajaran, maka dari itu kejanggalan yang ada di pembelajaran hybrid bisa saja terjadi kembali. Mengingat sama-sama merupakan sistim pembelajaran baru dan akan menjadi kesalahan yang terulang kedua kalinya.
- Menyusahkan Pendidik yang Merantau (Mahasiswa atau Santri)
Jika pembelajaran hybrid dilaksanakan dan susahnya akses untuk ketempat kegiatan pembelajaran seperti antar pulau, hal ini sangat menyusahkan beberapa peserta didik yang menempuh pendidikannya dengan merantau. Mengingat adanya satu aturan ketat bahkan untuk keluar kota saja masih memperlukan perizinan agar bisa masuk. Dari beberapa faktor yang sudah saya jelaskan diatas saya harap dapat menjadi bahan pertimbangan dan refrensi apakah pembelajaran hybrid sudah efektif dilaksanakan pada sistem pembelajaran yang akan datang. Kalaupun hybrid tetap dilaksanakan saya harap sebelum ada kebijakan yang ditentukan, pihak yang bersangkutan membuat suatu riset berupa kajian, evaluasi sertan pengaplikasian hybrid dapat berjalan dengan baik.