Toxic Relationships

Kita pasti sudah sering mendengar kata toxic bukan…

Belakangan ini banyak orang membicarakan tentang toxic, baik itu toxic relationships, toxic family, toxic parents dan lain lainnya…

Nah pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang toxic relationships. 

Sebenarnya apa sih toxic relationships itu ?

Toxic secara bahasa berarti beracun, sedangkan relationships berarti hubungan sehingga toxic relationships berarti hubungan beracun. Dalam pendekatan konseling Transactional Analysis terdapat 6 komponen yang dapat digunakan untuk mengetahui permasalahan konseli (sebagai informasi konseli adalah orang yang sedang melakukan konseling dengan seorang konselor) yaitu ego states, transaction, stroke scripts, life scenario, life positions, and time structures. Dalam ego states terdapat 3 bagian yaitu parents ego, child ego, dan adults ego. Orang yang memiliki parents ego akan cenderung memiliki sosok orang tua yang mengatur dan melindungi individu lainnya, sedangkan orang yang memiliki child ego cenderung untuk bersifat kekanakan lalu orang yang memiliki adults ego cenderung memiliki sifat penyabar, rasional, tetap pada pendirian dan bertanggung jawab. Idealnya dalam suatu hubungan tentu kita akan memiliki adults ego untuk dijadikan pasangan. Namun pada kenyataannya orang tersebut tidaklah mudah untuk dicari serta didapatkan wkwkw….

Nah balik lagi ke toxic relationships tadi. Hal ini dapat terjadi karena dalam hubungan terdapat 2 ego yang sama namun tidak dapat saling mengatasi. Bagaimana maksud saling mengatasi ?

Misalnya nih ada orang yang memiliki child ego nahh pasangannya juga memiliki child ego. Sehingga dalam hubungan ini tidak ada yang mau mengalah saling egois dengan kemauan sendiri. Kondisi seperti ini yang akan membuat hubungan menjadi toxic karena tidak ada hubungan yang dapat terjalin tanpa adanya saling mengerti antar pasangan. Lalu untuk pasangan yang memiliki 2 ego yang berbeda misalnya child ego dengan parents ego atau child ego dengan adults ego akan mengalami masalah yang lebih sedikit dibandingkan orang yang memiliki ego yang sama. Hal ini dikarenakan adanya sifat saling melengkapi yang terjadi pada 2 ego tersebut. Sehingga tidak terjadi adanya kress atau tumpang tindih untuk memenuhi kebutuhan masing masing ego. 

Penulis : Irsyada Fitria Nisa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *