Menjadi kartini yang sesungguhnya?

Setiap tahunnya kita memperingati hari Kartini yang bertujuan agar perempuan Indonesia memiliki semangat dalam menuntut ilmu untuk kemajuan bangsa dan menjadi tokoh masyarakat yang nantinya akan berkontribusi langsung terhadap pembangunan. Berbicara tentang perempuan tidak bisa lepas dari apa itu kecantikan. Setiap perempuan memiliki standar cantik masing-masing sesuai kelebihan yang dimiliki, namun mengapa masyarakat masih mendambakan standar kecantikan yang ideal? Seperti memiliki wajah glowing, bertubuh langsing, dan tinggi. Padahal standar kecantikan hanyalah konstruksi sosial semata. Jika standar kecantikan ini terus dilanggengkan, maka sama saja kita melanggengkan budaya patriarki, dimana terjadinya penindasan laki-laki dan perempuan baik dalam ranah domestik maupun publik, utamanya kita perempuan dituntut untuk menjadi wanita tulen. 

Istilah wanita tulen sendiri bermakna wanita asli, dimana perempuan akan dikatakan perempuan asli jika ia memiliki sifat lembut, memakai rok, memakai perhiasan, memakai make up, serta menunjukkan sisi feminimnya. Padahal konsep wanita tulen sendiri tidak ada hubungannya dengan fungsi dan peran perempuan itu sendiri. Lantas mengapa kok tidak berfokus pada bagaimana fungsi dan peran perempuan yang optimal di tengah-tengah ia juga memiliki kodrat yaitu melahirkan, menyusui, dan menstruasi dan harus berperan sebagai anak, istri, ibu, dan anggota masyarakat?

Penulis : Izdihar Aisy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *